[Tema 6] Surat dari Ibu

Di sebuah desa, hiduplah seorang gadis kecil bernama Afika. Afika berumur 7 tahun. Ia tinggal berdua dengan ibunya. Sang ibu hidup bersama dengan anaknya yang bernama Afika. Ibunya saat itu berusia 30 tahun. Itu artinya, Afika lahir ketika Ibunya berusia 23 tahun.

Pada suatu sore, Afika meminta sesuatu kepada Ibunya.
“Ibu…Ibu… Ajarkan Afika naik sepeda ya”, rengek Afika.

“Haduh Afika, tidak bisa…”, jawab Ibu.

“Kenapa tidak bisa, Bu?”, tanya Afika.

“…”, sang Ibu terdiam.

Afika menunggu jawaban, namun sang Ibu tetap tidak menjawab. Afika bingung. Afika heran. Afika terdiam dalam kebingungan dan keheranan. Ia mulai berpikir yang tidak-tidak. Namun, pikiran negatif tersebut langsung bisa dihilangkan olehnya.

Beberapa hari berikutnya, Afika duduk di depan layar televisi. Acara anak-anak sering sekali diputar ketika itu. Salah satunya acara yang menampilkan permainan boneka tangan.

“Ibu..Ibu… Ajarin main boneka tangan ya”, harap Afika.

“Haduh, tidak bisa Afika”, jawab Ibu.

“Kenapa tidak bisa, Bu?”, tanya Afika.

“…”

Lagi-lagi Ibu terdiam, tidak menjawab pertanyaan Afika. Afika geram. Ia merasa tidak disayang oleh ibunya. Akhirnya Afika berdiam diri di kamar. Afika cemberut. Ia duduk di dekat jendela sambil memakan biskuit bundar kesukaannya.

10 tahun berlalu…

Afika telah tumbuh menjadi seorang gadis yang dewasa, cantik, dan putih. Rambutnya panjang, terurai dengan indahnya. Ia kini hidup sendiri. Ibunya meninggal setahun yang lalu karena sakit.

Siang itu begitu terik. Afika sedang berada di dalam rumah. Ternyata ia sedang membersihkan rumah. Ia berada di kamar ibunya. Tak sengaja ia menemukan sebuah amplop tua. Afika penasaran, lalu ia membukanya. Afika terkejut, ternyata itu surat dari ibu buatnya. Isinya adalah sebagai berikut :

“Afika…

Ibu sayang sama Afika…
Jika engkau membaca surat ini, itu artinya ibu sudah tidak ada di dunia ini…

Afika…

Ibu sayang sama Afika…
Maafkan jika selama kita hidup bersama, banyak hal yang tidak sanggup ibu lakukan buat Afika…
Saat engkau ingin naik sepeda, saat engkau ingin bermain boneka tangan..
Ibu hanya terdiam, terdiam perasaan malu karena tidak mampu membelikan dan mengajarkanmu..
Sungguh ada keinginan untuk mengabulkan permintaanmu.. namun, ternyata tetap tidak mampu..
Karena, Ibu pikir saat itu kebutuhan makan dan sekolahmu jauh lebih penting..

Afika..
Maaf telah meninggalkanmu sendirian..
Tapi, ibu yakin dalam dirimu tersimpan sebuah sikap kemandirian dan keberanian dalam menjalani hidup ini..
Aku percaya kepadamu, engkau akan menjadi seorang yang baik..

Salam hangat,

Ibu”

Kertas itu telah basah sekarang. Air mata Afika berjatuhan tanpa henti. Afika malu kepada Ibunya. Afika menyesal karena dulu telah berpikir yang tidak-tidak. Tertunduk lesu sesenggukan.

Jadi, apa pun yang aku pikirkan waktu itu tidaklah benar. Ibu tidak mengajarkan aku bukan berarti ibu tidak menyayangiku. Maaf ibu telah terlalu menuntut.

Afika keluar menuju bawah pohon. Afika memasang Headsetnya di telinga. Ia memutar lagu YUI – to Mother. Sambil merebahkan diri menatap langit. Iya menutup mata, sedikit air mata masih mengalir di kedua sisi matanya. “Ibu, maafkan aku. Semoga Ibu tenang di surga. Aamiin”, doa Afika.

Ditulis oleh Hafiz Arif Syahriar untuk #YUI17Melodies. Tulisan asli dapat dilihat di sini

About yui17melodies

Blog ini dibuat dalam rangka proyek menulis #YUI17Melodies yang akan diselenggrakan selama 17 hari dengan menggunakan 17 lagu YUI yang berbeda setiap hari. Follow us : @YUI17Melodies

Leave a comment